MADRASAH AL-MUHAJIR

Oleh :
Zakiyah Palaloi
BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018
Pendahuluan
Sejak masa pra-Islam hingga abad ke-20 sistem puisi Arab sulit
untuk melepaskan diri dari konvensi yang telah berakar dalam kebudayaan Arab.
Adapun konvensi puisi Arab yang dimaksud adalah jumlah bait (adad al-bait),
bagian-bagian bait (aqsam al-bait), kesatuan bunyi (al-arudh:
al-wahdah al-shautiyah), struktur pengulangan satuan bunyi dalam penggalan
bait (al-taf’ilah), metrum (al-bahr), dan struktur bunyi akhir
suatu bait atau rima (al-qafiyah).[1]
Lebih jauh lagi, para sejarawan sastra bersepakat bahwa sastra Arab pada masa
Utsmany- penaklukan Utsmany atas Suriah (1510) dan Mesir (1517) sampai pada
masa ekspedisi Napoleon ke Mesir (1798)- dicatat sebagai masa kemunduran
kebudayaan Arab bahkan berdampak pada bidang sastranya. Contohnya seperti di
Suriah, novel-novel tidak banyak bermunculan, kalaupun ada, para penulisnya
sulit untuk mendapat penerbit yang bisa mempublikasikannya. Selain itu, majalah
sastra pun hanya ada “ath-Thali’ah” yang diterbitkan oleh para lulusan
perguruan tinggi Eropa. Para sastrawannya seolah sedang mengalami tidur panjang
(an-naumuth thawil) sehingga setiap lima tahunnya hanya ada satu qasidah
bermutu yang bisa dihasilkan[2].
Setelah sastra Arab mengalami kemandekan di abad-abad sebelumnya,
akhirnya pada awal abad ke-20 muncullah masa kebangkitan sastra Arab (Ashr
Al-Nadhlal). Kebangkitan ini didorong oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berupa kesadaran para penyair atas absennya kretivitas dalam
puisi Arab, sedangkan faktor eksternal berupa terjadinya interaksi antara Arab
dan Barat hingga melahirkan benih-benih puisi modern. Terdapat 5 aliran pada
puisi modern ini, yaitu
1.
Neo
Klasik (al-Muhafizun) yang dipelopori oleh Mahmud Sami al-Barudi dan
Ahmad Syauqy.
2.
Romantisme
Barat yang dipelopori oleh Khalil Mutran.
3.
Madrasah
Diwan yang dipelolopori oleh Abd
al-Rahman Syukri, Abbas Mahmud al-‘Aqad dan Ibrahim Abd al-Qadir al-Mazini.
4.
Madrasah
Apollo yang dipelopori oleh Ahmad Zaki Abu
Syadi.
5.
Madrasah
al-Muhajir yang dipelopori oleh Jibran Khalil
Jibran.
Kelima
aliran ini memiliki ciri khas yang berbeda baik dari segi bentuk ataupun
isinya. Adapun pola umum yang terdapat pada kelima aliran ini adalah pengaruh
pola kesusteraan dari kebudayaan yang lebih maju, pola eskapisme atau cenderung
lebih menghindar dari kenyataan dengan mencari hiburan dan ketentraman di dalam
khayalan[3]
dan pencarian identitas diri.[4]
Selain puisi, pada masa modern ini juga berkembang jenis genre baru yaitu prosa
dan drama.[5]
Sejarah
Madrasah Al-Muhajir
Sekelompok orang Arab terutama yang berasal dari Suriah dan Libanon
berhijrah ke negara baru dan berdiam di Kanada dan Amerika Serikat. Di Amerika
Utara pada abad ke 19 dan 20, mereka juga membawa bahasa Arab serta sastranya
ke tempat mereka berhijrah. Di negara hijrahnya itulah mereka mengembangkan
sastra Arab yang memiliki nilai yang tinggi yang menggambarkan
perasaan-perasaan mereka. Ketika di Amerika, mereka terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok yang tinggal di bagian Utara (wilayah Amerika Serikat)
dan kelompok yang tinggal di bagian selatan tepatnya di Brazil. Namun, mereka
lebih dahulu menempati wilayah utara baru kemudian wilayah selatan. New York
menjadi markas pertama mereka, lalu kemudian mereka menyebar ke Brazil tepatnya
di kota San Paulo dan Argentina. Di Argentina mereka berkumpul di kota Buenos
Aires.[6]
Para ahli sejarawan penyair Mahjar
berpendapat bahwa orang yang pertama kali melakukan hijrah ke Amerika adalah
orang Lebanon yang bernama Antoine Al-Basy’alaani (أنطوان البشعلاني). Ia hijrah pada tahun 1854 dan berdiam di
kota New York dan meninggal disana. Kemudian diikuti oleh para muhajir
dari Suriah dan Lebanon setelah peristiwa pertumpahan darah pada tahun 1860 di
Syam. Dan penyair yang pertama kali datang ke Amerika adalah Mikhail Rustom (مخائيل رستم)
ayah dari penyair As’ad Rustom. Setelahnya ada Louis Shobungi (لويس صابونجي)
yang pada tahun 1872 juga ikut berhijrah ke Amerika. Ia adalah orang pertama
yang mendendangkan qasidah Arab di kota hijrahnya. Qasidah ini menggambarkan kehidupan
di kota Central Park, New York.[7]
Golongan yang tinggal di Amerika Utara berhasil mendirikan Liga
Pena (al-Rabitah al-Qalamiyah) dan golongan yang tinggal di Amerika
Selatan berhasil mendirikan Liga Andalusia
(Al-Usbah al-Andalusiyah) tepatnya di San Paulo. Kelompok pertama
lebih matang dalam mengusung konsep pembaharuan dalam puisi Arab, sedangkan
kelompok kedua lebih bersifat konservatif. Adapun kelompok yang pertama ini
menginginkan suatu bentuk baru dari puisi yang cenderung lebih bebas. Kelompok
ini berhasil menciptakan bentuk Syi’r al- Hur atau al Mursal
(bebas sajak dan wazan) dan Syi’r al Mantsur (bebas wazan namun
terkadang masih bersajak). Langkah ini sebagai bentuk gugatan terhadap
kemapanan sastra Arab klasik yang tidak diekspresikan dengan perasaan penuh
sehingga perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan dunia sastra modern.[8]
Al-Rabitah
al-Qalamiyah
Kelompok al-Rabitah al-Qalamiyah ini didirikan pada 30 April
1920 di Kota New York. Kelompok ini sengaja menisbatkan perkumpulan mereka
dengan nama “al-qalamu” agar Allah swt senantiasa menjaga perkumpulan
ini seperti fungsinya pulpen yang selalu senantiasa menjaga ingatan-ingatan
para hambanya. Penyair Mahjar yang mendirikan perkumpulan ini adalah ‘Abdu
Al-Masiih Hadaad (1890-1963) pemilik majalah Al-Saaih Al-Masyhuroh.
Kemudian, Jibran Khalil Jibran bertugas menjadi ketua para penyair mahjar dan
ketua himpunan ini.[9]
Disamping itu, Nu’aymah juga menjabat sebagai penasihatnya. Kelompok ini
beranggotakan para penyair mahjar diantaranya Iliya Abu Madhi, Rasyid Ayub[10],
Nasib ‘Aridhah, dan Elya Abu Madha[11],
Ni’mah Al-Haj, As’ad Rustom, Nadroh Hadaad, Ni’mah Ayyub, Wadi’ Baahuth, Amiin
Al-Raihaaniy, Ilyas ‘Athau Allah dan William Katsaflis (وليم كاتسفليس). Kemudian, Ni’mah Al-Haj dan Amiin Al-Raihaaniy keluar dari kelompok
ini karena tidak sepakat dengan Jibran Khalil Jibran. Mikail Ni’mah menulis
penjelasan mengenai esensi dan tujuan kelompok ini pada pendahuluan konstitusi
kelompok ini. Kemudian ia memberitahukan kepada para penyairnya dengan member pengertian
yang baik.[12]
Pemikiran sastrawan Arab yang tergabung dalam kelompok ini lebih
condong ke formalisme, yaitu paham yang mereduksi teks sastra dari aspek-aspek
non-sastra.[13]
Penulis-penulis kelompok ini pada umumnya mendapat pengaruh yang kuat dari
sastra romantik dan sastra kaum trasendentalis Amerika seperti Emerson,
Longfellow, Whittier dan clan Whitman. Karya dan konsep Jibran memiliki
pengaruh yang kuat dan paling menonjol. Karya-karyanya diwarnai oleh
pemberontakan terhadap modus pemikiran yang telah mapan dan mendapat pengaruh
dari Nietzche, Blake, Rodin, aliran romantik, transendentalis Amerika, dan
mistisime Timur. Ia berhasil menciptakan gaya penulisan puisi yang baru yaitu
puisi-prosa. Model puisi ini kemudian popular dengan istilah Jubraniyyah atau
Gibranisme yang diantara cirinya yaitu tidak terikat pada konvensi puisi klasik[14].
Al-Usbah
al-Andalusiyah
Kelompok
ini merupakan perkumpulan dari para penyair mahjar yang tinggal di Amerika
bagian Selatan tepatnya di Brazil di daerah San Paulo. Kelompok ini didirikan
pada tahun 1932. Kelompok ini diberi nama
Al-Usbah al-Andalusiyah karena kelompok para penyair mahjar ini
hampir mirip dengan penyair Andalusia terutama pada ruh lagu dan musik pada
qasidah. Pendiri sekaligus ketua pertama himpunan ini adalah Misyail
Ma’luf. Kemudian, ia digantikan oleh Rasyid Salim Al-Khurawi yang mana laqabnya
adalah “Asy Syaa’ir Al-Qurawi”. Di masa selanjutnya, Al-Khurawi
digantikan oleh Syafiq Al-Ma’luf. Ia juga merupakan keluarga dari penyair Fauzi
Al-Ma’luf, Riyadh Al-Ma’luf dan George Hassun Al’Ma’luf. Seiring berjalannya
waktu, kelompok ini kehilangan para penyairnya diantaranya Misyail Ma’luf,
Ni’mah Qazan, Ilyas Farhat dan penyair yang lainnya kembali ke Timur yaitu
Riyadh Ma’luf, Al-Qurawi dan Syukrullah Al-Jar.[15]
Karakteristik
sastra Mahjar
Adapun karakteristik sastra Mahjar adalah lebih menekankan pada isi
pesan dibanding diksi, lebih cenderung bebas dan terlepas dari kaidah-kaidah
sastra Arab klasik terutama pada genre puisi, lebih reflektif dan sederhana
dalam segi pengungkapannya. Berikut adalah tema-tema yang sering diusung oleh
sastrawan Mahjar pada karya-karyanya :
1.
Percampuran
unsur dinamis antara spritualitas Timur dan romantisme Barat
2.
Penuh
nada kerinduan pada tanah air
3.
Keluhan
atas perasaan asing di tempat baru
4.
Fokus
pada permasalahan-permasalahan politik dan sosial tanah air
5.
Bertemakan
humanitarisme (kemanusiaan) yang tidak mengenal batas dan perbedaan makhluk
6.
Cinta
alam
Sastra
Arab Mahjar merupakan hasil pencampuran dua budaya (Timur-Barat) bahkan
multikultural yang ditopang oleh kekuatan ruhani dan daya imajinasi
sastrawannya. Secara umum karya kelompok Mahjar dapat dicirikan sebagai karya
sastra romantis, humanis dan seringkali mistis. [16]
Berikut
ini adalah contoh-contoh syair pada aliran Mahjar :
Qasidah
“Al-Muwaakib(المواكب) ” diciptakan oleh Jibran Khalil Jibran pada
awal tahun 1919
ليس فى
الغابات حزن # لاولا فيها الهموم
فاذا هب نسيم
# لم تجيء معه السموم
ليس حزن
النفس الا # ظل و هم لا يدوم
و غيوم النفس
تبدو # من ثناياها للنجوم
Di dalam hutan tidak ada kesedihan
Tidak… di dalamnya tidak juga tidak ada
tujuan
Apabila angin sepo-sepoi berhembus
Maka tidak akan datang dengannya angin yang
panas
Bukanlah kesedihan diri kecuali mereka
tidak bertahan
Dan kesedihan diri bermula dari kehidupan
kedua untuk para bintang
Kesimpulan
Madrasah
Al-Muhajir atau dikenal dengan Madrasah Mahjar merupakan aliran sastra Arab
modern yang dipelopori oleh para penyair yang berhijrah ke negeri-negeri Barat terutama
Amerika. Di Amerika, kelompok penyair yang hijrah ini juga terbagi menjadi dua
sesuai tempat tinggal mereka. Di bagian Utara para penyair yang hijrah
mendirikan perkumpulan para penyair mahjar dengan nama Al-Rabitah
al-Qalamiyah dan di bagian Selatan mereka mendirikan Al-Usbah
al-Andalusiyah. Para penyair Mahjar, terlebih yang berada di bagian Utara
benar-benar memberikan sumbangsih yang besar terhadap perkembangan sastra Arab
khususnya pada genre puisi. Pada masa inilah muncul genre baru puisi yaitu Syi’r
al- Hur atau al Mursal (bebas sajak dan wazan) dan Syi’r al
Mantsur (bebas wazan namun terkadang masih bersajak).
[1]
Taufiq A.
Dardiri, “Perkembangan Puisi Arab Modern”, Adabiyyat Vol. X, No.2, Desember
2011, hal. 285.
[2] Fadlil
Munawwar Manshur, “Sejarah Perkembangan Kesusatraan Arab Klasik dan Modern”, 2007, hal. 9
[3] e-KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia digital)
[4] Taufiq A.
Dardiri, “Perkembangan Puisi Arab Modern”, Adabiyyat Vol. X, No.2, Desember
2011, hal. 283.
[5] Taufiq A.
Dardiri, “Perkembangan Puisi Arab Modern”, Adabiyyat Vol. X, No.2, Desember
2011, hal. 285.
[6] Tesis,
Muhammad Al-amin Syaikhah, “At-Tasykiilu Al-Uslubiyyu fi Ay-Syi’ri
Al-Mahjari Al-Hadits, (Biskar : Jami’ah Muhammad Khaidhar, 2009)
[7] Tesis,
Muhammad Al-amin Syaikhah, “At-Tasykiilu Al-Uslubiyyu fi Ay-Syi’ri
Al-Mahjari Al-Hadits, (Biskar : Jami’ah Muhammad Khaidhar, 2009)
[8]
Taufiq A.
Dardiri, “Perkembangan Puisi Arab Modern”, Adabiyyat Vol. X, No.2, Desember
2011, hal. 298-299.
[9] Tesis,
Muhammad Al-amin Syaikhah, “At-Tasykiilu Al-Uslubiyyu fi Ay-Syi’ri
Al-Mahjari Al-Hadits, (Biskar : Jami’ah Muhammad Khaidhar, 2009)
[10] Taufiq A.
Dardiri, “Perkembangan Puisi Arab Modern”, Adabiyyat Vol. X, No.2, Desember
2011, hal. 298.
[11] Fadlil
Munawwar Manshur, “Sejarah Perkembangan Kesusatraan Arab Klasik dan
Modern”, 2007, hal. 19
[12] Tesis,
Muhammad Al-amin Syaikhah, “At-Tasykiilu Al-Uslubiyyu fi Ay-Syi’ri
Al-Mahjari Al-Hadits, (Biskar : Jami’ah Muhammad Khaidhar, 2009)
[13] Fadlil
Munawwar Manshur, “Sejarah Perkembangan Kesusatraan Arab Klasik dan Modern”,
(UGM: 2007), hal. 19
[14]
Taufiq A.
Dardiri, “Perkembangan Puisi Arab Modern”, Adabiyyat Vol. X, No.2, Desember
2011, hal. 285.
[15]
Tesis, Muhammad
Al-amin Syaikhah, “At-Tasykiilu Al-Uslubiyyu fi Ay-Syi’ri Al-Mahjari
Al-Hadits, (Biskar : Jami’ah Muhammad Khaidhar, 2009)
[16] Taufiq A.
Dardiri, “Perkembangan Puisi Arab Modern”, Adabiyyat Vol. X, No.2, Desember
2011, hal. 299.